Bagi kalangan awam, istilah ragi sudah sering didengar. Ragi
digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, beberapa jenis makanan
tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga digunakan dalam
produksi ethanol baik dalam skala industri besar maupun kecil Di sini
kita akan membahas apa itu ragi.
Yeast S. cerevisiae
Ragi atau istilah resminya adalah yeast merupakan organisme bersel
tunggal berjenis eukariotik. Berkembang biak dengan membelah diri.
Berbeda dengan bakteri, yeast memiliki ukuran sel lebih besar (sekitar
10x), memiliki organ-organ, memiliki membran inti sel, dan DNA
terlokalisasi di dalam kromosom dalam inti sel. Ini menyebabkan yeast
bisa melakukan fungsi-fungsi sel yang berbeda-beda di tiap lokasi dalam
selnya. Singkatnya, sel yeast lebih mirip sel organisme tingkat tinggi
seperti hewan. Dengan kata lain, yeast secara evolusi lebih maju
ketimbang bakteri semacam
E. coli.
Ragi tape (juga tergolong S. cerevisiae)
Jenis yeast yang paling populer adalah ragi roti
Saccharomyces cerevisiae.
Dulu waktu studyi master di Delft, riset saya tentang yeast ini. Yeast
ini sudah dipakai sejak 4000 tahun silam untuk membuat roti dan minuman
keras (bir, wine, sake, arak, dll).
S. cerevisiae merupakan
powerhouse bagi riset biologi molekuler dan genetika. Organisme ini
menjadi model untuk mempelajarii metabolisme, genetika, termasuk
aplikasinya dalam metabolic engineering di organisme tingkat tinggi. Di
industri, yeast ini digunakan untuk produksi alkohol dan asam
organik karena ketahanaynnya terhadap kedua produk di atas.
Single cell protein diperoleh dari fermentasi yeast. Industri
fermentasi terbesar di dunia dalam skala produksi adalah fermentasi gula
(sucrose, glucose) oleh yeast ini menjadi alkohol (ethanol). Kapasitas
produksi ethanol dunia berkisar 50 milyar liter di tahun 2006 di mana 75
% diproduksi via proses fermentasi, sisanya dengan proses katalitik.
Brazil adalah produser ethanol dari fermentasi terbesar di dunia disusul
USA dan China. Di samping itu, yeast ini juga direkayasa genetika guna
produksi obat-obatan, flavor, antibiotik, dan bahan kimia industri.
Bagaimana mikroorganisme bisa menghasilkan alkohol?
Setiap mikroorganisme seperti layaknya makhluk hidup pasti
membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama bagi
hampir semua makhluk hidup adalah karbohidrat, mulai dari yang rantai
panjang seperti pati sampai yang paling sederhana (mono dan disakarida).
Monosakarida paling utama adalah glukosa, gula dengan rumus kimia
C6H12O6. Hampir semua makhluk hidup mengolah karbohidrat menjadi
glukosa, menyebabkan glukosa menjadi muara utama dari metabolisme
karbon.
Molekul glukosa
Kita mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk nasi untuk selanjutnya
diolah menjadi glukosa. Di dalam sel-sel tubuh kita, glukosa dengan
adanya oksigen diubah menjadi karbondioksida yang dilepas oleh paru-paru
kita. Reaksinya:
C6H12O6 (aq) + 6O2 (g) → 6CO2 (g) + 6H2O (l) , ΔG = -2880 kJ per mole of C6H12O6
Reaksi berantai respirasi yang terdiri dari pemecahan glukosa (glycolysis), citric acid cycle, dan oxidative phosporylation
Yeast dan beberapa jenis bakteri (Z. mobilis, E. coli) juga melakukan
proses yang sama seperti di gambar di atas jika oksigen tersedia
(aerob). Namun jika tidak ada oksigen (anaerob), mikroorganisme ini
mampu menempuh jalur metabolisme lain yang bisa menghasikan energi juga
walaupun hanya sekitar 5-10 % dibanding kondisi aerob. Jika kita
langsung mati lemas tanpa oksigen, yeast misalnya mampu mengolah glukosa
dan bertahan hidup. Ini karena yeast memiliki gen-gen yang merupakan
kode-kode guna mensintesis enzim-enzim untuk fermentasi glukosa. Hasil
dari fermentasi glukosa sangat tergantung jenis mikroorganisme. Yeast
mengfermentasi glukosa menjadi ethanol dan sedikit glycerol Fermentasi
anaerob menghasilkan ethanol
Jamur Ragi Saccharomyces Cerevisiae
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak
jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang
berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat
penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces
cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir.
Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan
dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam
obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo
dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream
untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan
nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah
karakteristik khas dari Saccharomyces.
Blastoconidia (sel tunas sisi) yang diamati. Mereka adalah
unicellular, bundar, dan ellipsoid untuk memperpanjang dalam bentuk.
Multilateral (multipolar) budding ciri khasnya. Pseudohyphae, jika ada,
yang belum sempurna. Hyphae yang absen. Saccharomyces memproduksi
ascospores, khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascospor agar,
atau Gorodkowa media. Ascospores ini adalah bundar dan terletak di asci.
Setiap ascus berisi 1-4 ascospores. Asci tidak menimbulkan perpecahan
pada saat jatuh tempo. Ascospores yang berwarna dengan Kinyoun noda dan
ascospore noda. Bila dikotori dengan noda Gram, ascospores adalah
gram-negatif sedangkan sel vegetatif adalah gram positif.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di
industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol
inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally
Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan
berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan
oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang
pertama di dunia.
Seiring
dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae juga digunakan
untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika.
S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah
menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern. Tentu
saja kegunaan mikroorganisme ini pun menjadi semakin penting di dunia
industri fermentasi. Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam
bidang fermentasi tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S.
cerevisiae baru yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi
telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan,
minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan
lingkungan. Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin
sering terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini
agaknya akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai
biofuel.
S. Cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat
milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme
pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan
(sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai
jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia,
Mesopotamia, dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat
dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita
sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti
tempe, tape, dan tuak.
Di dunia sains, mikroorganisme ini adalah yang pertama kali diobservasi
melalui mikroskop oleh Bapak Ahli MikrobiologiAntonie van Leewenhoek.
Louis Pasteur, yang terkenal dalam penemuannya mengenai cara
pensterilan susu, menggunakannya sebagai bahan biokimia hidup dalam
proses transformasi. Jamur ini juga digunakan sebagai pabrik tempat
pembuatan vaksin hepatitis B rekombinan yang pertama. Tak hanya itu, S.
cerevisiae juga merupakan pabrik enzim makanan pertama (chymosin, enzim
yang digunakan dalam pembuatan keju). Dan tentu saja penemuan
spektakuler dalam memecahkan seluruh sekuens genom S. cerevisiae
merupakan langkah pionir yang menentukan dalam menguak misteri sekuens
genom manusia. Hampir semua teknologi frontier, seperti genomik,
proteomik, dan nanobioteknologi, menggunakan jamur ini sebagai model.
Tidak diragukan lagi bahwa inovasi sains dan teknologi juga akan semakin
melaju di bidang bioekonomi. S. cerevisiae, sebagai model sains dan
mikroorganisme komersial yang populer, akan terus memegang peranan
penting di masa depan.
Di masa depan, S. cerevisiae akan menjadi sel inang yang semakin
diperhitungkan dalam pembuatan low volume, high value produk
bioteknologi, seperti enzim, bahan-bahan kimia, protein terapi, dan
produk pharmaceutical lainnya yang berdaya komersial tinggi. Selain
menghasilkan 800.000 ton protein dalam setahun, telah dihasilkan pula 60
juta ton bir, 30 juta ton anggur, dan 600.000 ton jamur ragi.
Tak mengherankan mikroorganisme ini merupakan tulang punggung dalam
produksi empat komoditas fermentasi terbesar di dunia. Oleh karena itu,
biomass jamur (baik untuk industri makanan manusia dan ternak) dan
produksi tradisional etanol (untuk industri bir, anggur, minuman suling,
dan energi) diperkirakan akan terus menyumbangkan produksi fermentasi
terbanyak di dunia. Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik
etanol merupakan suatu strategi alternatif yang telah dikembangkan di
beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
Saat ini biomass tanaman adalah sumber biofuel yang paling banyak
dikembangkan karena harganya yang murah dan persediaannya yang mudah
didapat. Sayangnya, salah satu penghambat justru adalah langkanya
low-cost technology dalam pengolahan tanaman menjadi etanol.
Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai, melainkan beberapa
strain S. cerevisiae yang telah direkayasa daur metabolismenya secara
genetika sehingga dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien.
Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu harapan masa depan dari
super jamur ini. Alasan utama dari penggunaan etanol adalah sumber
energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta sangat menguntungkan
secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan (petani). Seiring
dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi diperkirakan akan
terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi minyak dunia akan
memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan selanjutnya menurun secara
drastis.
Bagi negara-negara yang relatif miskin sumber daya minyak dan
pengekspor minyak dunia, hal ini sangat mengancam kesejahteraan mereka,
bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan mereka. Oleh karena itu,
mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan dan mengaplikasikan
teknologi baru yang dapat memuluskan transisi energi oil menuju energi
biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi negara berkembang
seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah bagaimana
memanfaatkan sumber daya hayati jamur di Indonesia sehingga dapat
mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu
pengetahuan ini. Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi
di beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menemukan
ratusan jenis jamur, bahkan lebih. Langkah selanjutnya adalah bagaimana
kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di bidang sains dasar
maupun di bidang bioekonomi.
Adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi.
Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang berarti gula
jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam
produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae,
yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari
genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan
anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni
dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka
rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish
dalam warna.
Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai
memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces.
Blastoconidia (sel tunas sisi) yang diamati. Mereka adalah unicellular,
bundar, dan ellipsoid untuk memperpanjang dalam bentuk. Multilateral
(multipolar) budding ciri khasnya. Pseudohyphae, jika ada, yang belum
sempurna. Hyphae yang absen. Saccharomyces memproduksi ascospores,
khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascospor agar, atau Gorodkowa
media. Ascospores ini adalah bundar dan terletak di asci. Setiap ascus
berisi 1-4 ascospores. Asci tidak menimbulkan perpecahan pada saat jatuh
tempo. Ascospores yang berwarna dengan Kinyoun noda dan ascospore noda.
Bila dikotori dengan noda Gram, ascospores adalah gram-negatif
sedangkan sel vegetatif adalah gram positif.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di
industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol
inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally
Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan
berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan
oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang
pertama di dunia. Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S.
cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di
bidang rekayasa genetika.
S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah
menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern. Tentu
saja kegunaan mikroorganisme ini pun menjadi semakin penting di dunia
industri fermentasi. Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam
bidang fermentasi tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S.
cerevisiae baru yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi
telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan,
minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan
lingkungan. Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin
sering terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini
agaknya akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai
biofuel.
S. cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat
milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme
pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan
(sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai
jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia,
Mesopotamia, dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat
dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita
sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti
tempe, tape, dan tuak.
Di dunia sains, mikroorganisme ini adalah yang pertama kali diobservasi
melalui mikroskop oleh Bapak Ahli Mikrobiologi Antonie van Leewenhoek.
Louis Pasteur, yang terkenal dalam penemuannya mengenai cara pensterilan
susu, menggunakannya sebagai bahan biokimia hidup dalam proses
transformasi. Jamur ini juga digunakan sebagai pabrik tempat pembuatan
vaksin hepatitis B rekombinan yang pertama.
Tak hanya itu, S. cerevisiae juga merupakan pabrik enzim makanan
pertama (chymosin, enzim yang digunakan dalam pembuatan keju). Dan tentu
saja penemuan spektakuler dalam memecahkan seluruh sekuens genom S.
cerevisiae merupakan langkah pionir yang menentukan dalam menguak
misteri sekuens genom manusia. Hampir semua teknologi frontier, seperti
genomik, proteomik, dan nanobioteknologi, menggunakan jamur ini sebagai
model. Tidak diragukan lagi bahwa inovasi sains dan teknologi juga akan
semakin melaju di bidang bioekonomi. S. cerevisiae, sebagai model sains
dan mikroorganisme komersial yang populer, akan terus memegang peranan
penting di masa depan.
Di masa depan, S. cerevisiae akan menjadi sel inang yang semakin
diperhitungkan dalam pembuatan low volume, high value produk
bioteknologi, seperti enzim, bahan-bahan kimia, protein terapi, dan
produk pharmaceutical lainnya yang berdaya komersial tinggi. Selain
menghasilkan 800.000 ton protein dalam setahun, telah dihasilkan pula 60
juta ton bir, 30 juta ton anggur, dan 600.000 ton jamur ragi. Tak
mengherankan mikroorganisme ini merupakan tulang punggung dalam produksi
empat komoditas fermentasi terbesar di dunia. Oleh karena itu, biomass
jamur (baik untuk industri makanan manusia dan ternak) dan produksi
tradisional etanol (untuk industri bir, anggur, minuman suling, dan
energi) diperkirakan akan terus menyumbangkan produksi fermentasi
terbanyak di dunia.
Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik etanol merupakan suatu
strategi alternatif yang telah dikembangkan di beberapa negara, seperti
Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Saat ini biomass tanaman
adalah sumber biofuel yang paling banyak dikembangkan karena harganya
yang murah dan persediaannya yang mudah didapat. Sayangnya, salah satu
penghambat justru adalah langkanya low-cost technology dalam pengolahan
tanaman menjadi etanol. Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai,
melainkan beberapa strain S. cerevisiae yang telah direkayasa daur
metabolismenya secara genetika sehingga dapat menghasilkan etanol secara
efektif dan efisien. Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu
harapan masa depan dari superjamur ini. Alasan utama dari penggunaan
etanol adalah sumber energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta
sangat menguntungkan secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan
(petani).
Seiring dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi
diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi
minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan
selanjutnya menurun secara drastis. Bagi negara-negara yang relatif
miskin sumber daya minyak dan pengekspor minyak dunia, hal ini sangat
mengancam kesejahteraan mereka, bahkan dapat mengancam pertahanan dan
keamanan mereka.
Oleh karena itu, mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan dan
mengaplikasikan teknologi baru yang dapat memuluskan transisi energi oil
menuju energi biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi negara
berkembang seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah
bagaimana memanfaatkan sumber daya hayati jamur di Indonesia sehingga
dapat mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu
pengetahuan ini. Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi
di beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menemukan
ratusan jenis jamur, bahkan lebih. Langkah selanjutnya adalah bagaimana
kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di bidang sains dasar
maupun di bidang bioekonomi.
Sekarang orang melakukan fermentasi untuk menghasilkan suatu jenis
produk dari berbagai jamur, khamir, dan bakteri. Menurut Hidayat Nur,
(1992:3) Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan
anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi merupakan salah satu
bentuk respirasi anaerob, definisi fermentasi dapat juga dikatakan
sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan
jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,
dekomposisi pati gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta
oksidasi senyawa nitrogen organik.
Sedangkan Buchle K. A, (1987:92-93) mengatakan bahwa Fermentasi
diartikan pula sebagai pertumbuhan mikroorgaisme yang terjadi tanpa
adanya oksigen. Dari mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat,
asam asetat, asam sitrat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol.
Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup
semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber energi diperoleh
dari metabolisme bahan pangan di mana mikroorganisme tersebut berada.
Bahan baku energi yang paling banyak digunakan di antara mikroorganisme adalah glukosa. Sel dari
Sacharomyces cereviceae. Berkembang
biak dengan cara vegetatif dengan arah menguncup multilateral.
Konjugasi isogam/heterogam dapat terjadi setelah pembentukan askus.
Dapat berbentuk tonjolan-tonjolan, setiap askus dapat mengandung 1-4
spora dengan berbagai bentuk, spora dapat berkonjugasi disimilasi dan
berlangsung dari oksidatif yang disukai sampai kepada fermentatif yang
dominan. Dalam biakan cair biasanya terjadi pertumbuhan didasar. Cincin
dan partikel dapat terbentuk secara merata yang lebih panjang,
senyawa-senyawa gula pada umumnya difermentasikan dengan kuat, dan
nitratnya tidak diasimilasikan”.
Budiyanto dan Krisno, (1996:75-77) Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO
2
akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung
adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian
oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut. Khamir yang
digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap kadar alkohol
yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO
2. Serta
diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan asam
yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine.
Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30
oC.
Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi pula alkohol yang
akan dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah
4-4,5. Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH
digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh
kosentrasi garam logam dalam perasan. Pada kosentrasi yang rendah akan
menstimulir aktivitas dan petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi
yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang
ditambahkan pada perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya
2-5%. Karena hal tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang
digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini
berguna untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak atau
mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang
dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah
disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan
khamir.
Dorland, (1989:831) mendefinisikan “Pasteurisasi adalah proses
pemanasan susu atau cairan lainnya hingga suhu moderat selama waktu
tertentu, seringkali pada suhu 60
oC selama 30 menit, yang mematikan sebagian besar bakteri patogen dan dapat menghambat perkembangan bakteri yang lainnya”.
Dari sit
us www.wikipedia.org menyatakan bahwa:
Anggur atau wine adalah minuman beralkohol yang terbuat dari sari
anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30 hingga
50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat
dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga
15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine). Wine dibuat melalui
fermentasi gula yang ada di dalam buah anggur.
Wine terdiri atas beberapa jenis, adapun jenis-jenis wine antara lain :
Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah
(red grapes).
White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih
(white grape).
Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda, dibuat dari
anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat
dibandingkan dengan proses pembuatan
Red Wine. Di daerah Champagne, kata
Rose Wine mengacu pada campuran antara
White Wine dan
Red Wine.
Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbondioksida di dalamnya. Hanya
Sparkling Wine
yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa Champagne dan diproduksi di
desa Champagne yang boleh disebut, dan diberi label Champagne.
Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi
(residual sugar) sehingga rasanya menjadi manis.
Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih
tinggi dibandingkan dengan wine biasa (antara 15 % hingga 20,5 %). Kadar
alkohol yang tinggi ini adalah hasil dari penambahan spirit pada proses
pembuatannya.
Hidayat Nur, (1992:180) ”Biasanya dalam proses fermentasi alkohol digunakan khamir dari strain
Saccaromyces cereviceae. Strain
S. ellipsoids juga sering digunakan. Khamir ini dapat mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO
2.
Ciri-ciri kultur yang baik adalah :
Mudah tumbuh
Tahan alkohol dan gula tinggi, efisiensi dalam mengubah karbohidrat menjadi alkohol.
Suhu pertumbuhan maksimum adalah 90
0 C dan tidak banyak berubah karena adanya perubahan pH, suhu dan tekanan osmose”.
Fermentasi Wine
Keanekaragaman pangan yang ada di nusantara ini tidak terlepas dari
kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia yang beranekaragam baik
budaya, adat istiadat maupun gaya hidup. Jika diperhatikan dengan
seksama tidak sedikit dari produk pangan yang dikembangkan merupakan
hasil dari proses fermentasi yang menggunakan khamir untuk prosesnya.
Salah satu contoh proses fermentasi yaitu pada proses pembuatan wine.
Wine bisa dibuat dengan bioproses traditional maupun modern. Anggur
merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan
wine karena memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu antara 75-150
mg/ml. Dalam proses fermentasinya khamir yang biasa digunakan yaitu
saccharomyces cerevisiae.
Pada pembuatan wine tedapat tahapan-tahapan proses:
Penghancuran dan perlakuan anggur sebelum fermentasi
Proses pertamakali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk
wine putih kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan untuk wine merah,
anggur dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan
pada suhu 5 – 10
o C dalam waktu antara 24 – 48 jam dengan
bantuan enzim pectolitic untuk menghancurkan material anggur. Secara
tradisional fermentasi dari anggur dapat dilakukan di dalam tangki kayu
yang besar, tetapi kebanyakan wine modern sekarang sudah menggunakan
tangki
stainless steel yang canggih
, dengan
kelengkapan alat seperti pengontrol suhu, alat pembersih dan lainnya.
Anggur putih secara umum difermentasi pada suhu 10-18
oC
dengan waktu yang dibutuhkan antara 7-14 hari, sedangkan Anggur merah
membutuhkan waktu fermentasi kurang lebih 7 hari dengan suhu antara
20-30
oC.
Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami dan membutuhkan waktu antara 2 sampai 3
minggu setelah fermentasi alkohol selesai, dan berakhir antara 2 sampai 4
minggu
Reaksi ini mengubah dekarboksilasi
L-malic acid menjadi
L-lactic acid dengan
menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5.
Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih
lembut, rasa yang matang dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis
wine memerlukan proses fermentasi malolactic.
Proses setelah fermentasi
Kebanyakan wine putih tidak untuk disimpan dalam jangka waktu yang
lama setelah fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai.
Sedangkan wine merah dapat disimpan antara 1 sampai 2 tahun dalam tangki
kayu. Pada wine merah, lamanya penyimpanan bertujuan untuk perkembangan
rasa antara wine dan ekstrak komponen dari tangki kayu, yang perlu
diperhatikan selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran oksigen
dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25
μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat yang bersuhu
dingin antara 5-10
oC untuk mengendapkan kotoran.
Wine dengan proses fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan
penuaan memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan
proses operasinya. Hal ini terjadi karena kontribusi anggur dari banyak
komponen yang mudah menguap sehingga memberikan variasi rasa pada wine.