Minggu, 20 Oktober 2013

Bagi kalangan awam, istilah ragi sudah sering didengar. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, beberapa jenis makanan tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga digunakan dalam produksi ethanol baik dalam skala industri besar maupun kecil Di sini kita akan membahas apa itu ragi.
Yeast S. cerevisiae
Ragi atau istilah resminya adalah yeast merupakan organisme bersel tunggal berjenis eukariotik. Berkembang biak dengan membelah diri. Berbeda dengan bakteri, yeast memiliki ukuran sel lebih besar (sekitar 10x), memiliki organ-organ, memiliki membran inti sel, dan DNA terlokalisasi di dalam kromosom dalam inti sel. Ini menyebabkan yeast bisa melakukan fungsi-fungsi sel yang berbeda-beda di tiap lokasi dalam selnya. Singkatnya, sel yeast lebih mirip sel organisme tingkat tinggi seperti hewan. Dengan kata lain, yeast secara evolusi lebih maju ketimbang bakteri semacam E. coli.
Ragi tape (juga tergolong S. cerevisiae)
Jenis yeast yang paling populer adalah ragi roti Saccharomyces cerevisiae. Dulu waktu studyi master di Delft, riset saya tentang yeast ini. Yeast ini sudah dipakai sejak 4000 tahun silam untuk membuat roti dan minuman keras (bir, wine, sake, arak, dll). S. cerevisiae merupakan powerhouse bagi riset biologi molekuler dan genetika. Organisme ini menjadi model untuk mempelajarii metabolisme, genetika, termasuk aplikasinya dalam metabolic engineering di organisme tingkat tinggi. Di industri, yeast ini digunakan untuk produksi alkohol dan asam organik karena ketahanaynnya terhadap kedua produk di atas.
Single cell protein diperoleh dari fermentasi yeast. Industri fermentasi terbesar di dunia dalam skala produksi adalah fermentasi gula (sucrose, glucose) oleh yeast ini menjadi alkohol (ethanol). Kapasitas produksi ethanol dunia berkisar 50 milyar liter di tahun 2006 di mana 75 % diproduksi via proses fermentasi, sisanya dengan proses katalitik. Brazil adalah produser ethanol dari fermentasi terbesar di dunia disusul USA dan China. Di samping itu, yeast ini juga direkayasa genetika guna produksi obat-obatan, flavor, antibiotik, dan bahan kimia industri.
Bagaimana mikroorganisme bisa menghasilkan alkohol?
Setiap mikroorganisme seperti layaknya makhluk hidup pasti membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama bagi hampir semua makhluk hidup adalah karbohidrat, mulai dari yang rantai panjang seperti pati sampai yang paling sederhana (mono dan disakarida). Monosakarida paling utama adalah glukosa, gula dengan rumus kimia C6H12O6. Hampir semua makhluk hidup mengolah karbohidrat menjadi glukosa, menyebabkan glukosa menjadi muara utama dari metabolisme karbon.
Molekul glukosa
Kita mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk nasi untuk selanjutnya diolah menjadi glukosa. Di dalam sel-sel tubuh kita, glukosa dengan adanya oksigen diubah menjadi karbondioksida yang dilepas oleh paru-paru kita. Reaksinya:
C6H12O6 (aq) + 6O2 (g) → 6CO2 (g) + 6H2O (l) , ΔG = -2880 kJ per mole of C6H12O6
Reaksi berantai respirasi yang terdiri dari pemecahan glukosa (glycolysis), citric acid cycle, dan oxidative phosporylation
Yeast dan beberapa jenis bakteri (Z. mobilis, E. coli) juga melakukan proses yang sama seperti di gambar di atas jika oksigen tersedia (aerob). Namun jika tidak ada oksigen (anaerob), mikroorganisme ini mampu menempuh jalur metabolisme lain yang bisa menghasikan energi juga walaupun hanya sekitar 5-10 % dibanding kondisi aerob. Jika kita langsung mati lemas tanpa oksigen, yeast misalnya mampu mengolah glukosa dan bertahan hidup. Ini karena yeast memiliki gen-gen yang merupakan kode-kode guna mensintesis enzim-enzim untuk fermentasi glukosa. Hasil dari fermentasi glukosa sangat tergantung jenis mikroorganisme. Yeast mengfermentasi glukosa menjadi ethanol dan sedikit glycerol Fermentasi anaerob menghasilkan ethanol
Jamur Ragi Saccharomyces Cerevisiae
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces.
Blastoconidia (sel tunas sisi) yang diamati. Mereka adalah unicellular, bundar, dan ellipsoid untuk memperpanjang dalam bentuk. Multilateral (multipolar) budding ciri khasnya. Pseudohyphae, jika ada, yang belum sempurna. Hyphae yang absen. Saccharomyces memproduksi ascospores, khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascospor agar, atau Gorodkowa media. Ascospores ini adalah bundar dan terletak di asci. Setiap ascus berisi 1-4 ascospores. Asci tidak menimbulkan perpecahan pada saat jatuh tempo. Ascospores yang berwarna dengan Kinyoun noda dan ascospore noda. Bila dikotori dengan noda Gram, ascospores adalah gram-negatif sedangkan sel vegetatif adalah gram positif.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia.
Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika. S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern. Tentu saja kegunaan mikroorganisme ini pun menjadi semakin penting di dunia industri fermentasi. Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam bidang fermentasi tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S. cerevisiae baru yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan, minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan lingkungan. Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin sering terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini agaknya akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai biofuel.
S. Cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan (sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia, Mesopotamia, dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti tempe, tape, dan tuak.
Di dunia sains, mikroorganisme ini adalah yang pertama kali diobservasi melalui mikroskop oleh Bapak Ahli MikrobiologiAntonie van Leewenhoek.
Louis Pasteur, yang terkenal dalam penemuannya mengenai cara pensterilan susu, menggunakannya sebagai bahan biokimia hidup dalam proses transformasi. Jamur ini juga digunakan sebagai pabrik tempat pembuatan vaksin hepatitis B rekombinan yang pertama. Tak hanya itu, S. cerevisiae juga merupakan pabrik enzim makanan pertama (chymosin, enzim yang digunakan dalam pembuatan keju). Dan tentu saja penemuan spektakuler dalam memecahkan seluruh sekuens genom S. cerevisiae merupakan langkah pionir yang menentukan dalam menguak misteri sekuens genom manusia. Hampir semua teknologi frontier, seperti genomik, proteomik, dan nanobioteknologi, menggunakan jamur ini sebagai model. Tidak diragukan lagi bahwa inovasi sains dan teknologi juga akan semakin melaju di bidang bioekonomi. S. cerevisiae, sebagai model sains dan mikroorganisme komersial yang populer, akan terus memegang peranan penting di masa depan.
Di masa depan, S. cerevisiae akan menjadi sel inang yang semakin diperhitungkan dalam pembuatan low volume, high value produk bioteknologi, seperti enzim, bahan-bahan kimia, protein terapi, dan produk pharmaceutical lainnya yang berdaya komersial tinggi. Selain menghasilkan 800.000 ton protein dalam setahun, telah dihasilkan pula 60 juta ton bir, 30 juta ton anggur, dan 600.000 ton jamur ragi.
Tak mengherankan mikroorganisme ini merupakan tulang punggung dalam produksi empat komoditas fermentasi terbesar di dunia. Oleh karena itu, biomass jamur (baik untuk industri makanan manusia dan ternak) dan produksi tradisional etanol (untuk industri bir, anggur, minuman suling, dan energi) diperkirakan akan terus menyumbangkan produksi fermentasi terbanyak di dunia. Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik etanol merupakan suatu strategi alternatif yang telah dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Saat ini biomass tanaman adalah sumber biofuel yang paling banyak dikembangkan karena harganya yang murah dan persediaannya yang mudah didapat. Sayangnya, salah satu penghambat justru adalah langkanya low-cost technology dalam pengolahan tanaman menjadi etanol.
Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai, melainkan beberapa strain S. cerevisiae yang telah direkayasa daur metabolismenya secara genetika sehingga dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien. Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu harapan masa depan dari super jamur ini. Alasan utama dari penggunaan etanol adalah sumber energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta sangat menguntungkan secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan (petani). Seiring dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan selanjutnya menurun secara drastis.
Bagi negara-negara yang relatif miskin sumber daya minyak dan pengekspor minyak dunia, hal ini sangat mengancam kesejahteraan mereka, bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan mereka. Oleh karena itu, mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi baru yang dapat memuluskan transisi energi oil menuju energi biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi negara berkembang seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya hayati jamur di Indonesia sehingga dapat mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan ini. Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi di beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menemukan ratusan jenis jamur, bahkan lebih. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di bidang sains dasar maupun di bidang bioekonomi.
Adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna.
Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces. Blastoconidia (sel tunas sisi) yang diamati. Mereka adalah unicellular, bundar, dan ellipsoid untuk memperpanjang dalam bentuk. Multilateral (multipolar) budding ciri khasnya. Pseudohyphae, jika ada, yang belum sempurna. Hyphae yang absen. Saccharomyces memproduksi ascospores, khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascospor agar, atau Gorodkowa media. Ascospores ini adalah bundar dan terletak di asci. Setiap ascus berisi 1-4 ascospores. Asci tidak menimbulkan perpecahan pada saat jatuh tempo. Ascospores yang berwarna dengan Kinyoun noda dan ascospore noda. Bila dikotori dengan noda Gram, ascospores adalah gram-negatif sedangkan sel vegetatif adalah gram positif.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia. Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika.
S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern. Tentu saja kegunaan mikroorganisme ini pun menjadi semakin penting di dunia industri fermentasi. Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam bidang fermentasi tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S. cerevisiae baru yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan, minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan lingkungan. Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin sering terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini agaknya akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai biofuel.
S. cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan (sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia, Mesopotamia, dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti tempe, tape, dan tuak.
Di dunia sains, mikroorganisme ini adalah yang pertama kali diobservasi melalui mikroskop oleh Bapak Ahli Mikrobiologi Antonie van Leewenhoek. Louis Pasteur, yang terkenal dalam penemuannya mengenai cara pensterilan susu, menggunakannya sebagai bahan biokimia hidup dalam proses transformasi. Jamur ini juga digunakan sebagai pabrik tempat pembuatan vaksin hepatitis B rekombinan yang pertama.
Tak hanya itu, S. cerevisiae juga merupakan pabrik enzim makanan pertama (chymosin, enzim yang digunakan dalam pembuatan keju). Dan tentu saja penemuan spektakuler dalam memecahkan seluruh sekuens genom S. cerevisiae merupakan langkah pionir yang menentukan dalam menguak misteri sekuens genom manusia. Hampir semua teknologi frontier, seperti genomik, proteomik, dan nanobioteknologi, menggunakan jamur ini sebagai model. Tidak diragukan lagi bahwa inovasi sains dan teknologi juga akan semakin melaju di bidang bioekonomi. S. cerevisiae, sebagai model sains dan mikroorganisme komersial yang populer, akan terus memegang peranan penting di masa depan.
Di masa depan, S. cerevisiae akan menjadi sel inang yang semakin diperhitungkan dalam pembuatan low volume, high value produk bioteknologi, seperti enzim, bahan-bahan kimia, protein terapi, dan produk pharmaceutical lainnya yang berdaya komersial tinggi. Selain menghasilkan 800.000 ton protein dalam setahun, telah dihasilkan pula 60 juta ton bir, 30 juta ton anggur, dan 600.000 ton jamur ragi. Tak mengherankan mikroorganisme ini merupakan tulang punggung dalam produksi empat komoditas fermentasi terbesar di dunia. Oleh karena itu, biomass jamur (baik untuk industri makanan manusia dan ternak) dan produksi tradisional etanol (untuk industri bir, anggur, minuman suling, dan energi) diperkirakan akan terus menyumbangkan produksi fermentasi terbanyak di dunia.
Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik etanol merupakan suatu strategi alternatif yang telah dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Saat ini biomass tanaman adalah sumber biofuel yang paling banyak dikembangkan karena harganya yang murah dan persediaannya yang mudah didapat. Sayangnya, salah satu penghambat justru adalah langkanya low-cost technology dalam pengolahan tanaman menjadi etanol. Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai, melainkan beberapa strain S. cerevisiae yang telah direkayasa daur metabolismenya secara genetika sehingga dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien. Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu harapan masa depan dari superjamur ini. Alasan utama dari penggunaan etanol adalah sumber energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta sangat menguntungkan secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan (petani).
Seiring dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan selanjutnya menurun secara drastis. Bagi negara-negara yang relatif miskin sumber daya minyak dan pengekspor minyak dunia, hal ini sangat mengancam kesejahteraan mereka, bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan mereka.
Oleh karena itu, mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi baru yang dapat memuluskan transisi energi oil menuju energi biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi negara berkembang seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya hayati jamur di Indonesia sehingga dapat mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan ini. Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi di beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menemukan ratusan jenis jamur, bahkan lebih. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di bidang sains dasar maupun di bidang bioekonomi.
Sekarang orang melakukan  fermentasi untuk menghasilkan suatu jenis produk dari berbagai jamur, khamir, dan bakteri. Menurut Hidayat Nur, (1992:3) Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi merupakan salah satu bentuk respirasi anaerob, definisi fermentasi dapat juga dikatakan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik.
Sedangkan Buchle K. A, (1987:92-93) mengatakan bahwa Fermentasi diartikan pula sebagai pertumbuhan mikroorgaisme yang terjadi tanpa adanya oksigen. Dari mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, asam sitrat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber energi diperoleh dari metabolisme bahan pangan di mana mikroorganisme tersebut berada.
Bahan baku energi yang paling banyak digunakan di antara mikroorganisme adalah glukosa. Sel dari Sacharomyces cereviceae. Berkembang biak dengan cara vegetatif dengan arah menguncup multilateral. Konjugasi isogam/heterogam dapat terjadi setelah pembentukan askus. Dapat berbentuk tonjolan-tonjolan, setiap askus dapat mengandung 1-4 spora dengan berbagai bentuk, spora dapat berkonjugasi disimilasi dan berlangsung dari oksidatif yang disukai sampai kepada fermentatif yang dominan. Dalam biakan cair biasanya terjadi pertumbuhan didasar. Cincin dan partikel dapat terbentuk secara merata yang lebih panjang, senyawa-senyawa gula pada umumnya difermentasikan dengan kuat, dan nitratnya tidak diasimilasikan”.

Budiyanto dan Krisno, (1996:75-77) Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut. Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2. Serta diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine. Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30oC. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi pula alkohol yang akan dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam perasan. Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak atau mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan khamir.
Dorland, (1989:831) mendefinisikan “Pasteurisasi adalah proses pemanasan susu atau cairan lainnya hingga suhu moderat selama waktu tertentu, seringkali pada suhu 60oC selama 30 menit, yang mematikan sebagian besar bakteri patogen dan dapat menghambat perkembangan bakteri yang lainnya”.
Dari situs www.wikipedia.org menyatakan bahwa:
Anggur atau wine adalah minuman beralkohol yang terbuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine). Wine dibuat melalui fermentasi gula yang ada di dalam buah anggur.
Wine terdiri atas beberapa jenis, adapun jenis-jenis wine antara lain :
Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes).
White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape).
Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda, dibuat dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan Red Wine. Di daerah Champagne, kata Rose Wine mengacu pada campuran antara White Wine dan Red Wine.
Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbondioksida di dalamnya. Hanya Sparkling Wine yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa Champagne dan diproduksi di desa Champagne yang boleh disebut, dan diberi label Champagne.
Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi (residual sugar) sehingga rasanya menjadi manis.
Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi dibandingkan dengan wine biasa (antara 15 % hingga 20,5 %). Kadar alkohol yang tinggi ini adalah hasil dari penambahan spirit pada proses pembuatannya.
Hidayat Nur, (1992:180) ”Biasanya dalam proses fermentasi alkohol digunakan khamir dari strain Saccaromyces cereviceae. Strain S. ellipsoids juga sering digunakan. Khamir ini dapat mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2.
Ciri-ciri kultur yang baik adalah :
Mudah tumbuh
Tahan alkohol dan gula tinggi, efisiensi dalam mengubah karbohidrat menjadi alkohol.
Suhu pertumbuhan maksimum adalah 900 C dan tidak banyak berubah karena adanya perubahan pH, suhu dan tekanan osmose”.
Fermentasi Wine
Keanekaragaman pangan yang ada di nusantara ini tidak terlepas dari kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia yang beranekaragam baik budaya, adat istiadat maupun gaya hidup. Jika diperhatikan dengan seksama tidak sedikit dari produk pangan yang dikembangkan merupakan hasil dari proses fermentasi yang menggunakan khamir untuk prosesnya. Salah satu contoh proses fermentasi yaitu pada proses pembuatan wine. Wine bisa dibuat dengan bioproses traditional maupun modern. Anggur merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan wine karena memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu antara 75-150 mg/ml. Dalam proses fermentasinya khamir yang biasa digunakan yaitu saccharomyces cerevisiae.
Pada pembuatan wine tedapat tahapan-tahapan proses:
Penghancuran dan perlakuan anggur sebelum fermentasi
Proses pertamakali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk wine putih kulit dari anggur dihilangkan, sedangkan untuk wine merah, anggur dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 10 o C dalam waktu antara 24 – 48 jam dengan bantuan enzim pectolitic untuk menghancurkan material anggur. Secara tradisional fermentasi dari anggur dapat dilakukan di dalam tangki kayu yang besar, tetapi kebanyakan wine modern sekarang sudah menggunakan tangki stainless steel yang canggih, dengan kelengkapan alat seperti pengontrol suhu, alat pembersih dan lainnya. Anggur putih secara umum difermentasi pada suhu 10-18oC dengan waktu yang dibutuhkan antara 7-14 hari, sedangkan Anggur merah membutuhkan waktu fermentasi kurang lebih 7 hari dengan suhu antara 20-30oC.
Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami dan membutuhkan waktu antara 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol selesai, dan berakhir antara 2 sampai 4 minggu
Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih lembut, rasa yang matang dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis wine memerlukan proses fermentasi malolactic.
Proses setelah fermentasi
Kebanyakan wine putih tidak untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Sedangkan wine merah dapat disimpan antara 1 sampai 2 tahun dalam tangki kayu. Pada wine merah, lamanya penyimpanan bertujuan untuk perkembangan rasa antara wine dan ekstrak komponen dari tangki kayu, yang perlu diperhatikan selama penyimpanan dan penuaan adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas antara 20 sampai 25 μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat yang bersuhu dingin antara 5-10oC untuk mengendapkan kotoran.
Wine dengan proses fermentasi alkohol, fermentasi malolactic dan penuaan memiliki cita rasa tersendiri yang berasal dari anggur dan proses operasinya. Hal ini terjadi karena kontribusi anggur dari banyak komponen yang mudah menguap sehingga memberikan variasi rasa pada wine.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar